Minggu, 23 Januari 2011

Analisis Renstra NOAA

ANALISIS RENCANA STRATEGIS NOAA

DAN

PROGRAM “BUDIDAYA TERUMBU KARANG, GO BLUE INDONESIA”



logo_keren_unj[1]


Makalah

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan

Sebagai salah satu syarat tugas dalam perkuliahan

Dosen : Dr. Hj. Rugaiyah, M.Pd.

Disusun oleh

GENTUR TRIWITONO (7616091104)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

JAKARTA

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rencana strategis merupakan dokumen yang menjadi panduan bagi organisasi dalam upaya mencapai tujuan-tujuannya, melalui identifikasi permasalahan, cara memecahkan permasalahan, dan cara-cara mengoptimalkan sumber daya organisasi dalam mengembangkan organisasi. Dalam situasi dunia yang berubah cepat, tak pelak setiap organisasi perlu menentukan langkah-langkah dalam mengantisipasi perubahan tersebut. Organisasi harus memikirkan strategi dan kemungkinan-kemungkinan sasaran-sasaran dan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan timbul hari serta kesempatan yang ada dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia dengan tingkat pencapaian yang optimal.

Dalam usahanya menyusun perencanaan strategis untuk organisasinya, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) telah menetapkan sebuah perencanaan strategis dalam kurun waktu 20 tahun. Di dalam dokumen NOAA tersebut, tercntum langkah-langkah strategis yang diperlukan suatu organisasi dalam menentukan arah organisasinya.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah

1) Menganalisa dokumen NOAA yang secara terperinci akan diuraikan 10 langkah perencanaan strategis menurit John M Bryson yang dijabarkan sebagai berikut:

A. Langkah 1 : Mencapai dan Menyetujui Kesepakatan Awal Perencanaan Strategis

B. Langkah 2 : Mengidentifikasi Mandat Organisasi

C. Langkah 3 : Menjelaskan Visi dan Misi Organisasi

D. Langkah 4 : Menilai Lingkungan Internal dan Eksternal untuk Menilai SWOT

E. Langkah 5 : Mengidentifikasi Isu Strategis yang Dihadapi Organisasi.

F. Langkah 6 : Memformulasikan Strategi Untuk Mengatur Isu.

G. Langkah 7 : Mereview dan Mengadopsi Perencanaan Strategis.

H. Langkah 8 : Menciptakan Visi Organisasi yang Efektif.

I. Langkah 9 : Membangun Proses Implementasi Yang Efektif.

J. Langkah 10 : Menilai Kembali Proses Perencanaan Strategis.

2) Membuat sebuah program yang dikaitkan dengan outcome NOAA.

BAB II

ANALISIS PROGRAM NOAA

BERDASARKAN TEN STEP BY BRYSON

A. Langkah 1 : Mencapai dan Menyetujui Kesepakatan Awal Perencanaan Strategis

Menurut Bryson tujuan awal adalah mencapai kesepakatan dengan pihak pembuat keputusan internal & eksternal mengenai keseluruhan strategic planning & langkah-langkah kunci yang akan dilakukan.

Dalam NOAA tujuan awal adalah : Menyadarkan masyarakat akan hal-hal kelautan, pantai, cuaca dan iklim dengan didukung oleh lembaga pendidikan formal dan non formal. (Dituang dalam UU The America COMPETES (PL 110-69)

Adanya kesepakatan awal dari para stakeholder NOAA Education Council dan tandatangan mereka yang menyatakan komitmen; diantaranya National Marine Sanctuaries; National Marine Fisheries Service; National Estuarine Research Reserve System; National Sea Grant College Program, Coral Reef Conservation Program. (NOAA Education Strategic Plan 2009-2029; 3)

B. Langkah 2 : Mengidentifikasi Mandat Organisasi

Secara formal dan informal, mandat organisasi memuat hal-hal yang “HARUS” dilaksanakan meliputi; persyaratan2, batasan-batasan, harapan, tekanan yang dihadapi.

Dalam NOAA mandat organisasi tertuang dalam Undang-Undang The America COMPETES Act (P.L. 110-69) menyatakan kewenangan untuk melakukan kegiatan pendidikan yang bunyinya sebagai berikut:

Environmental Literacy. A fundamental understanding of the systems of the natural world, the relationships and interactions between the living and non-living environment, and the ability to understand and utilize scientific evidence to make informed decisions regarding environmental issues.[1]

C. Langkah 3 : Menjelaskan Visi dan Misi Organisasi

Menurut Bryson “An organization mission and mandates also point the way toward the ultimate organization and creating public values”.

Visi yang terdapat pada NOAA adalah memberikan masyarakat informasi mengenai pemahaman komprehensif akan peranan laut, pantai, dan atmosfer dalam ekosistem global sehingga tercipta keputusan ekonomi dan sosial yang terbaik.

Adapun misi organisasi adalah meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dan meningkatkan bermacam-macam jabatan/workforce dalam bidang kelautan, pantai, Great Lakes, cuaca dan iklim, meningkatkan tugas/stewardship dan meningkatkan pembuatan keputusan untuk negara.

D. Langkah 4 : Menilai Lingkungan Internal dan Eksternal untuk Menilai SWOT

Dalam langkah 4 Bryson menyebutkan bahwa suatu organisasi harus melakukan penilaian internal dan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dihadapi organisasinya.

Dalam program NOAA disebutkan bahwa “NOAA plays a key role in advancing this understanding through its educational programs, products, outreach efforts, collaborations, and leadership supported by the agency’s extensive breadth and depth of scientific resources. Accomplishing NOAA’s challenging goals requires an inclusive, diverse, highly skilled, motivated, and effective workforce that reflects the communities it serves. To achieve this objective, NOAA must actively engage the education and research communities to ensure that future workforce needs are met[2].

Untuk menggali kekuatan eksternal, NOAA menyebutkan hal-hal sebagai berikut:

  • Adanya partisipasi masyarakat dalam pendidikan formal maupun informal.
  • Pentingnya membangun kesadaran publik akan lingkungan.
  • Kerjasama dengan komunitas pendidikan dan penelitian kelautan.
  • Kerjasama dengan lembaga museum, akuarium, organisasi non pemerintah, bisnis pendidikan, praktisi pendidikan.
  • Kerjasama dalam bidang perencanaan, pendanaan, penelitian, proyek kerjasama untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai lingkungan alam. (p. 6)

Dapat disimpulkan bahwa ada kekuatan atau strength dari NOAA berupa program-programnya, usaha yang dilakukan, kepemimpinan maupun sumber-sumber ilmiah yang didukung agen dengan jaringan yang luas. Tantangannya berupa pendidikan formal masih belum sejalan dengan konsep lingkungan yang diharapkan, sehingga NOAA berperan menjembatani gap yang ada. Sedangkan untuk menangani tantangan yang ada diperlukan adanya usaha yang terpadu, beranekan ragam, terampil, penuh semangat dan juga kemitraan (partnership) efektif untuk mencapai tujuannya.

E. Langkah 5 : Mengidentifikasi Isu Strategis yang Dihadapi Organisasi.

Menurut Bryson, Issu Strategic adalah fundamental lopilicy questions or critical challenges affecting the organization’s mandates, mission, and values, product or service level and mix, clients, users or payers, cost, financing, structure, processes, and mangement.

Dalam dokumen NOAA, Strategic Issu yang ada adalah: 1) Standard pendidikan di berbagai Negara yang masih tidak sejalan dengan konsep-konsep vital mengenai lingkungan dan 2) NOAA menyelenggarakan program kemitraan dengan berbagai institusi pendidikan baik formal maupun informal.

F. Langkah 6 : Memformulasikan Strategi Untuk Mengatur Isu.

Menurut Bryson ada dua pendekatan dalam formulasi pengembangan strategi yaitu melalui, yaitu: a) Developing Strategies Through a Five-Part Process (identification of practical alternatives and of dreams or vision; focusing on barries; develop major proposal; taken over the action in the 2 or 3 years implementation; detailed work program for 6 and 12 months) [3]; dan b) Developing Strategies by Structuring Relationships Among Strategies Options[4]. Strategi yang effektif harus melibatkan beberapa kriteria yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, baik secara teknis, administrasi, politik yang berorientasi pada hasil yang juga harus sesuai dengan filosofi dan nilai-nilai Organisasi.

NOAA dalam mengatur strategi untuk menghadapi isu strategis adalah sebagai berikut: 1) Mempromosikan pekerjaan/tugas yang berhubungan dengan lingkungan dengan membangun kesadaran lingkungan; 2) Memfasilitasi perubahan pada sistem pendidikan; 3) Menghubungkan masyarakat dengan alam dan lingkungan; 4) Menggunakan teknologi mutakhir.

Uraian di atas menunjukkan bahwa NOAA sudah melakukan pengembangan strategi melalui struktur Hubungan Kerjasama (Relationships) dengan memperhatikan aspek lain yang menjadi pertimbangan yaitu dalam aspek ekonomi, budaya, etika dan estetika. beberapa topik program juga merupakan kegiatan yang telah terintegral dari beberapa aspek yang berbeda.

G. Langkah 7 : Mereview dan Mengadopsi Perencanaan Strategis.

Dalam step 7 Bryson mengemukakan “Once strategies have been formulated, the planning team need to obtain an official decision to adopt them and proceed with implementation[5]”. Implementation plans will be reviewed on an ongoing basis and revised with the five-year review of the broader NOAA Education Strategic Plan[6].

Dapat dilihat bahwa NOAA berusaha mengimplementasikan rencana strategis yang telah disiapkan sebelumnya dan melakukan review atau evaluasi hal-hal yang perlu mengalami perbaikan. Rencana yang telah diperbaiki sebagai hasil proses review atau evaluasi kemudian diadopsi sebagai rencana yang dilakukan selanjutnya.

H. Langkah 8 : Menciptakan Visi Organisasi yang Efektif.

Bryson dalam step ke 8 menyatakan “Some organization are able to develop a clearly articulated, agreed upon vision of sucscess much ealier in the process. Some planning team may start with visionary statemen. In my experience, most organization can demonstrate a substantial improvement in effectiveness it they simply identify and satisfactory resolve a few strategic issues. Most organizations simply do not adress often enough what is truly important; just gathering key decision makers to deal with a few important matters in a timely way can enhance organizational performance substantially.

Dalam rencana strategisnya, NOAA telah membuat Visinya lebih dulu sebelum Rencana Strategi nya dibuat dan dilaksanakan. Setelah dilakukan Review dan pengadopsian strategi, NOAA tidak perlu melakukan perubahan terhadap Visi organisasinya.

I. Langkah 9 : Membangun Proses Implementasi Yang Efektif.

Dalam membangun proses implementasi yang efektif, Bryson menyatakan perlunya langkah-langkah implementasi sebagai berikut:

a) Perlu adanya tugas implementasi dan tanggung jawab individu dalam organisasi.

Dalam America COMPETES Act disebutkan bahwa peran dan mandate organisasi adalah untuk melayani dan mempermudah usaha-usaha yang berhubungan dengan kelautan dan atmosfir.

b) Tujuan Umum dan Khusus Organisasi

Tujuan organisasi adalah penelitian tentang laut, great lake, cuaca dan iklim Tujuan ini akan dikaitkan dengan semua subyek pelajaran yaitu sains, matematics, engineering, dan social sciences.

c) Menyusun langkah dan detail yang berhubungan.

NOAA berkomitmen untuk mengembangkan dan mendukung program pendidikan dengan standard tinggi, dengan melakukan kegiatan sebagai berikut:

a) aligned with the agency’s strategic goals and include measurable objectives;

b) aligned with appropriate national and/or state education standards;

c) based on the best science available;

d) reflective of current literacy principles that are relevant to the agency’s scientific mission;

e) designed to incorporate the needs of the participants;

f) designed to be replicable, consistent in quality, and sustainable; and

g) continually evaluated and improved.\

d) Schedules

Execution of this Plan requires the development of shorter-term implementation plans that consider the more immediate needs, opportunities, and resources of the agency in support of the long-term strategic goals.

e) Sumber Daya yang Diperlukan

Important NOAA partners include: museums and aquariums, nongovernmental organizations, educational businesses, professional societies, education associations, state, local, and tribal governments, state and local school systems, academia, and other education practitioners. By participating in planning initiatives, funding agreements, joint research, sharing educational content, and working on other collaborative projects of common interest, NOAA leverages its resources to advance the environmental literacy and scientific knowledge of our Nation and the global community. These partnerships and collaborations set the course to build resilient communities, strengthen stewardship of our natural resources, and secure a healthy economic future.

f) A Communication Process

An educated public is needed to serve as stewards of the natural environment, take appropriate action in the case of severe weather, and participate in the national debate on complex issues such as climate change. Coneccting citizes to nature and the community Building understanding of the connections between individual human actions, governmental policies, economic decisions, and their effects on natural Earth systems is a critical component of environmental literacy. NOAA embraces two educational methodologies that have been shown to greatly enhance these connections: experiential education and place-based education.

Experiential education programs engage learners in constructing meaning by using real world issues and hands on interaction with natural phenomena. Cognitive research provides considerable evidence that these learners become active participants rather than passive recipients of knowledge (Huitt and Hummel, 2003). The experiential learning process is one component of NOAA’s repertoire that helps to ensure learners are actively and purposefully engaged in creatively posing questions, investigating, experimenting, developing curiosity, solving problems, assuming responsibility, and constructing meaning. Place based education immerses the learner in local heritage, culture, landscapes, opportunities, and experiences as a foundation for the study of language arts, mathematics, social studies, science, history, and other subjects. This interdisciplinary approach encourages participants to use the schoolyard, community, public lands, and other special places as resources, turning communities into classrooms. The NOAA National Marine Sanctuaries and National Estuarine Research Reserves provide excellent place-based locations that serve as “living classrooms, applying real-world contexts for learning and stimulating “hands-on/minds-on” educational opportunities. NOAA facilities throughout the Nation play an important role as well, in imparting the relevance of ocean and atmospheric science to their local communities through these place-based educational experiences. Additionally, NOAA’s grants and educational partnerships extend the agency’s ability to positively impact communities with this approach.

g) Review, monitoring, and midcourse correction prosedures

Specific performance measures aligned with each outcome will be developed to provide the metrics needed for evaluating the success of the agency in meeting the strategic vision. Suggested metrics for formal and informal education under consideration by the Academic Competitiveness Council (U.S. Department of Education, 2007) will be integrated where appropriate. Implementation plans will be reviewed on an ongoing basis and revised with the five-year review of the broader NOAA Education Strategic Plan.

h) Accountability procedures

NOAA has joined with partner agencies, organizations, and individuals in the science community to develop several frameworks that identify essential literacy principles and fundamental concepts that individuals need to understand in order to make informed decisions about human activities that affect our planet. These literacy principles have been established to support efforts to improve development of state and national education standards, curricula, assessments, teacher certification, and

NOAA dalam melakukan implementasi program dengan melibatkan banyak pihak yang memiliki hubungan dari tiap rencana strategisnya adalah sebagai berikut;

1. Sesuai dengan tujuan strategis dan rencana terukur.

2. Sesuai dengan pendidikan standard nasional.

3. Berdasar pada ilmu pengetahuan yang terbaik.

4. Pencerminan dari prinsip pendidikan dan sesuai dengan misi ilmiah agency.

5. Didesain untuk sesuai dengan kebutuhan peserta.

6. Konsisten dalam kualitas, mudah dipahami.

7. Terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan.

J. Langkah 10 : Menilai Kembali Proses Perencanaan Strategis.

Menurut Bryson “Once the implementation process has been under way for some time, the organization should review the strategies and the strategic planning process as a prelude to a new round of strategic planning. The organization should focus on successfull strategic, asking whether they should be maintained, replaced by other strategies, or terminated”.

NOAA menetapkan untuk melakukan evaluasi dan perubahan programnya dalam kurun 5 tahun sekali.

BAB II

PROGRAM

BUDIDAYA TERUMBU KARANG; GO BLUE INDONESIA

1. Latar Belakang

A) Definisi Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.

Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.

B) Fungsi Terumbu Karang

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah[:

  • sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
  • pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
  • penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.

Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.

C) Klasifikasi Terumbu Karang

1) Salah satu cara mengklasifikasikan terumbu karang adalah berdasarkan kemampuan memproduksi kapur. Adapun jenisnya adalah sebagai beriktu:

a) Karang hermatipik

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yangdikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.

Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.

Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.[.

b) Karang ahermatipik

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.

Adapun berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh, terumbu karang dibedakan menjadi:

a) Terumbu (reef)

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.

b) Karang (koral)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.

c) Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.[8] Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.[8]

d) Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton.[6]

2) Berdasarkan letaknya, terumbu karang dibedakan menjadi:

a) Terumbu karang tepi

Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.

Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

b) Terumbu karang penghalang

Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.

Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

c) Terumbu karang cincin

atolls

Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.

d) Terumbu karang datar

Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.

Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

3) Berdasarkan zonasi, terumbu karang dibedakan menjadi;

a) Terumbu yang menghadap angin

Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.

b) Terumbu yang membelakangi angin

Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

D) Pembudidayaan Terumbu Karang

Pembudidayaan terumbu karang bisa mendatangkan banyak manfaat sekaligus. Selain menyelamatkan terumbu karang, upaya ini diharapkan juga menyelamatkan ekosistem, meningkatkan lapangan kerja, pariwisata, dan juga devisa.
Secara sederhana budidaya terumbu karang dilakukan dengan cara mengambil bibit dari laut terdekat, lalu diangkut ke darat dan dibiakkan di tangki pembibitan. Setiap tangki memuat 3.000 bibit. Pembibitan berlangsung sekitar enam bulan. Kendala pembibitan adalah gangguan berupa lumut, plankton, serta ulah penduduk atau pendatang yang masih mengebom atau menebarkan bahan kimia untuk menangkap ikan, karena mengganggu kualitas air.

Dari hasil pembibitan, 20 persen dikembalikan ke habitatnya untuk pelestarian dan perbaikan terumbu karang. Sisanya akan dieskpor terutama ke Eropa dan Amerika Serikat.

E)
Ancaman Terhadap Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.

Sebagian besar terumbu karang dunia (55%) terdapat di Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah. 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara. Terumbu karang Indonesia yang mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Papua, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat serta ujung barat daya Pulau Sumatera.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.

F) Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang :

Beberapa aktivitas manusia yang merusak terumbu karang diantaranya adalah; a) membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut; b) membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang; c) pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut. d) penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga. e) Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya, f) terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella. g) penambangan; h) pembangunan pemukiman; i) reklamasi pantai; j) polusi; k) penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan.

BAB III

RENCANA STRATEGIS 2011-2016

BUDIDAYA TERUMBU KARANG; GO BLUE INDONESIA

A. Latar belakang

Latar belakang dari program ini adalah

a) Pelestarian terumbu karang akibat adanya eksploitasi masyarakat.

b) Kurangnya pengetahuan penduduk pesisir tentang cara pembudidayaan terumbu karang.

c) Meningkatkan lapangan kerja, pariwisata, dan juga devisa.


B.
Tujuan

Adapun tujuan dari program ini adalah;

1) Untuk melestarikan terumbu karang akibat adanya eksploitasi masyarakat.

2) Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya budidaya terumbu karang dan manfaatnya.

3) Untuk meningkatkan lapangan kerja, pariwisata, dan juga devisa.

C. Outcome

Program ini merupakan outcome ENGAGING AUDIENCE. Melalui usaha koordinasi secara menyeluruh, agensi pendidikan memberikan penyuluhan yang mendukung upaya peningkatan kualitas dan efektifitas pembiyaan. NOAA bertujuan untuk menggali hubungan yang teratur dengan masyarakat di semua level.

D. Visi

Terwujudnya masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman secara menyeluruh mengenai peran laut, pantai dan atmosfer dalam ekosistem global untuk membuat kebijakan ekonomi dan social yang terbaik.

Misi

1) Memajukan literasi lingkungan.

2) Mempromosikan keanekaragaman laut, pantai, danau, cuaca dan iklim.

3) Memberikan pelayanan dan meningkatkan pengetahuan dalam pembuatan kebijakan nasional.

D. Tujuan

Program pengembangan terumbu karang selain melestarikan ekosistem habitat laut juga menciptakan lapangan pekerjaan. Prospek pengembangan budidaya terumbu karang cukup bagus karena pemasarannya sangat mudah.

F. Strategi

· Bermitra dengan pendidikan informal untuk mengintegrasikan penyuluhan budidaya terumbu karang kepada masyararakat pesisir.

· Membangun dan menggabungkan jaringan kerja untuk menciptakan penyampaian materi secara efektif.

· Untuk membangun masyarakat yang dinamis; meningkatkan tugas/profesi sumber daya alam dan menyelamatkan masa depan ekonomi yang sehat.

G . Partners kerja

· Masyarakat setempat

· Pemerintah daerah

· Lembaga Swadaya Masyarakat

· Pengusaha Kelautan

· Praktisi Pendidikan

H. Bentuk Kerjasama

Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan bisa berupa;

  1. Mengadakan penyuluhan tentang cara budidaya terumbu karang.
  2. Pembuatan film tentang budidaya terumbu karang.
  3. Kerjasama dalam pembibitan terumbu karang.
  4. Kerjasama dengan penguasaha dalam menampung terumbu karang
  5. Kerjasama dengan pemerintah daerah tentang jaminan hokum.

I. Bentuk Kegiatan

Bentuk kegiatan Budidaya Terumbu Karang dimaksukan untuk dapat menjadi salah satu alternatif Pemberdayaan Masyarakat Pesisir terutama sebagai mata pencaharian. Keguatan ini dapat mendorong masyarakat untuk melestariakan sediaan “Terumbu Karang Alami”. Supaya pemanfaatan karang ini agar lebih optimal sebagai “sumber mata pencaharian”, perlu ditetapkan batasan berapa persen(%) hasil budidaya tersebut yg sebaiknya di “jual” dan berapa % yang “harus” dijadikan sebagai sediaan “Terumbu Karang Alami”. Selain itu juga untuk meningkatkan “Value Added”, sebaiknya jenis terumbu karang yg akan dijual “diklasifikasi nilainya” berdasarkan keunikan, kelangkaan, kesulitan dalam budidaya, perannya, keindahannya dan nilai estetis lainnya (seperti halnya di dunia tanaman spt aglonema dgn beragam jenisnya, hokerry, jemani, dsb), dengan adanya pengklasifikasian nilai tersebut dapat memberikan nilai harga dan memberikan nilai tambah tentunya.

J. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu : Januari 2011 – September 2016

Tempat : Seluruh wilayah pesisir di Jawa Tengah

K. Pelaksana dan Peserta

Pelaksana : Lembaga Swadaya Masyarakat

Peserta : Seluruh Komponen Masyarakat

L. Alat dan Bahan

a. Proyektor

b. Diktat/buku-buku

c. Komputer

d. Film-film Dokumenter tentang kelautan

e. Poster

M. Sumber Dana dan Biaya

Sumber Dana : Bank Dunia

Biaya : Biaya survey, Biaya Akomodasi, Biaya mencetak diktat, poster, Biaya Trainer/pelatih, Biaya Transportasi, Biaya lain-lain

N. Kesimpulan

Pembudidayaan terumbu karang bisa mendatangkan banyak manfaat sekaligus. Selain menyelamatkan terumbu karang, upaya ini diharapkan juga menyelamatkan ekosistem, meningkatkan lapangan kerja, pariwisata, dan juga devisa.
Secara sederhana budidaya terumbu karang dilakukan dengan cara mengambil bibit dari laut terdekat, lalu diangkut ke darat dan dibiakkan di tangki pembibitan. Setiap tangki memuat 3.000 bibit. Pembibitan berlangsung sekitar enam bulan. Kendala pembibitan adalah gangguan berupa lumut, plankton, serta ulah penduduk atau pendatang yang masih mengebom atau menebarkan bahan kimia untuk menangkap ikan, karena mengganggu kualitas air.

MATRIKS RENCANA STRATEGIK

TAHUN 2011-2016

INSTANSI : National Oceanic Atmospheric Administration

Visi : Menciptakan masyarakat terpelajar yang menggunakan pemahaman menyeluruh tentang peran laut, pantai, atmosfer dalam ekosistem dunia untuk menciptakan keputusan terbaik dalam bidang sosial dan ekonomis.

Misi

Tujuan

Sasaran

Strategi

Program

Uraian

Indikator

Meningkatkan kesadaran akan pentingnya terumbu karang, pelestarian terumbu karang dan budidaya terumbu karang

Menciptakan sebuah kesadaran tentang lingkungan laut, terutama terumbu karang dan upaya budidayanya dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi

Memaksimalkan sumberdaya perairan kelautan sebagai ekonomi masyarakat.

Terciptanya pembudiyaan terumbu karang di wilayah pesisir pantai

Mengadakan penyuluhan tentang pembudiyaan terumbu karang

· Sosialisasi program di wilayah pesisir.

· Pembuatan film tentang pembudidayaan terumbu karang

Mengoptimalkan peran lembaga swadaya masyarakat upaya Penyadaran akan pembudidayaan terumbu karang

Tercapainya peran Pemerintah Daerah dan LSM dalam penyuluhan budidaya terumbu karang

Menggerakkan Pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian laut

· Go Green Indonesia Budidaya Terumbu Karang

· Penyuluhan Masyarakat tentang Budidaya terumbu karang

Matriks Rencana Operasional Jangka Panjang

INSTANSI : National Oceanic Atmospheric Administration

Visi : Menciptakan masyarakat terpelajar yang menggunakan pemahaman menyeluruh tentang peran laut, pantai, atmosfer dalam ekosistem dunia untuk menciptakan keputusan terbaik dalam bidang sosial dan ekonomis.

Rencana Waktu

Lingkup

Jenis Kegiatan

Rincian Kegiatan

Keterangan

3-4 bulan sebelum Januari 2011

Nasional

Perencanaan “Kegiatan Pembudiyaan Terumbu Karang”

Penjabaran rincian kegiatan

Adanya rencana kerja dari tim perencana , termasuk tempat-tempat yang akan dituju pada program penyuluhan.

Januari-Maret 2011

Nasional

Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pentingnya pelestarian dan upaya budidaya terumbu karang

· Penyuluhan ke nelayan tentang budidaya terumbu karang di wilayah pesisir.

· Pemutaran film tentang kerusakan terumbu karang dan upaya pembudidayaannya.

Adanya koordinasi denganpemda dan lembaga masyarakat.

April-Juni 2011

Kabupaten / Kota

Pembibitan terumbu karang

· Penyiapan tangki-tangki pembibitan dan bibit.

· mendistribusikan bibit pada anggaran berjalan

(1) Jumlah bibit yang yang direncanakan minimal ditambah 20%, sebagai angka cadangan mortalitas dan kualitas bibit yang dipersiapkan.

(2) Jenis yang dikembangkan disesuaikan dengan rencana kebutuhan jenis pada masing-masing lokasi

Juli-September 2011

Masyarakat

Penyiapan Lahan Tanam Terumbu Karang

Merupakan tindakan perlakuan terhadap karang dibudidayakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi tapaknya

Penyiapan lahan tanam dapat dilakukan penyiapan lahan cara strip/jalur dan atau berdasarkan lokasi-lokasi tempat tanaman.

BAB IV

KESIMPULAN

Perencanaan Strategis NOAA merupakan contoh perencanaan strategis yang sangat terperinci mengacu pada Ten Step by Bryson, sehingga memudahkan kita untuk menganalisanya.

Mengacu pada Ten Step Bryson, diharapkan program-program pembangunan di Indonesia juga mampu untuk berpandangan jauh ke depan.



[1] National Oceanic and Atmospheric Administration Education Strategic Plan 2009-2029 hal 6

[2] Bryson, op.chit. hal 38

[3] Ibid hal 46

[4] Ibif hal 47

[5] Bryson, op.chit. hal 48

[6] National Oceanic and Atmospheric Administration Education Strategic Plan 2009-2029 hal 16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar